Sekolah Menulis Online

Sekolah-Menulis Online

Cara Dahsyat menjadi Penulis Hebat

Cara Dahsyat Menjadi Penulis Hebat

Rabu, 04 Mei 2011

Studi banding kemiskinan

Obrolan kita di meja makan,
tentang mereka yang kelaparan
lihat sekarat di layar TV
antar kita pergi ke alam mimpi

Ethiopia

Iwan Fals

Iwan Fals, dalam lagunya Ethiopia, mengejek orang-orang yang hanya membicarakan kemiskinan tapi tdk merasakan derita orang miskin.  Penderitaan orang miskin bagi mereka hanya menjadi pengetahuan, bukan menjadi jalan membangkitkan kepedulian dan semangat berbagi pada sesama.  Bagitulah yang dilakukan sebagian anggota dewan kita sehingga mereka harus mengalami insiden memalukan dan menjadi olok-olokan di dunia maya.  Video yang menayangkan para anggota dewan yang terhormat itu pun di-upload ke berbagai situs di internet sehingga momen memilukan dan memalukan itu bisa disaksikan semua orang. 

Kasarnya, kalau mempelajari kemiskinan, ketemu dong sama orang miskin.  Kalau tidak mampu ketemu langsung sama mereka, cobalah menghubungi para relawan yang peduli pada kemiskinan tersebut.  Di Indonesia ini, cukup banyak relawan yang peduli pada kaum miskin. Bahkan, ada sebagian diantara mereka yang menghabiskan hari-harinya berinteraksi dengan orang-orang yang miskin.  Para relawan ini tidak hanya bekerja saat ada event-event kegiatan sosial dari satu atau lebih komunitas.  Melayani dan mengangkat harkat hidup kaum miskin sudah menjadi panggilan jiwa bagi mereka.  Saat diwawancarai di sebuah TV Swasta, ketua komunitas Anak Langit, sebuah komunitas pemerhati anak jalanan di Tangerang mengatakan bahwa jika saja satu keluarga mau mengangkat dan mendidik 2 atau 3 anak jalanan tidak perlu ada komunitas anak langit.  Komunitas-komunitas relawan itu pun relatif mandiri, terbukti hanya dengan berjualan barang bekas layak pakai bagi mereka yang kurang mampu, sebuah komunitas mampu menambah dana kasnya beberapa juta rupiah.  Tidak seperti para anggota dewan yang terhormat yang terhormat yang memboroskan dan membebani kas negara.   

Dunia mengenal sosok Muhammad Yunus, seorang profesor lulusan Amerika yang pernah mengajar di Universitas di Bangladesh.  Prof. Yunus merasa gelisah mengapa teori ekonominya yang elegan dan sophisticated itu sepertinya tidak bisa diaplikasikan pada kaum miskin Bangladesh.  Beliau pun bertekad untuk belajar kembali menjadi mahasiswa. Dosen-dosen beliau adalah orang-orang miskin Bangladesh yang buta huruf. Merekalah yang mengilhami Yunus menciptakan konsep micro credit dan mendirikan Grameen Bank.  Walaupun dalam sudut pandang syariah Islam, konsep grameen bank masih banyak kekurangan, namun keteladanan M. Yunus dalam kesediaan beliau belajar langsung pada  mereka yang miskin patut ditiru. 

Studi banding yang dilakukan para anggota dewan yang "terhormat" itu sudah lama menjadi bahan kecaman dan olok-olok.  Rakyat tidak merasa sedikitpun terwakili aspirasinya, dan mengnaggap bahwa semua itu hanya dalih untuk bisa jalan-jalan keluar negeri dengan biaya negara. Tanpa mengeluarkan uang pribadi yang sesungguhnya lebih dari cukup apabila sekedar ingin jalan jalan ke luar negeri. 

Akankah para anggota dewan yagn terhormat itu meneladani para relawan yang peduli dan bekerja demi rakyat miskin? Atau meneladani Muhammad Yunus yang belajar langsung dari kaum miskin Bangladesh? Entahlah, mungkin kita perlu bertanya pada rumput yang bergoyang. 

Semoga bermanfaat

by Muhammad Nahar

yang biasa ngeblog di

http://pedangkayu.blogdetik.com

http://kopiradix.multiply.com

http://blognahar.blogspot.com

http://perenungancinta.blogspot.com

Tidak ada komentar: